BARANG DARI ONLINESHOP TIDAK SESUAI DENGAN FOTO

APAKAH BOLEH KEMBALI ?

Perkembangan hukum memang memberikan kemudahan bagi setiap orang terutama dalam hal memenuhi kebutahan sehari-hari, seperti halnya kebutuhan belanja rumah, sekolah, kantor dan lain-lain, tetapi akan lebih memudahkan lagi dengan melakukan transaksi pembelian dengan menggunakan alat media online.

Kemudahan tersebut rupanya dapat menimbulkan bahaya yang signifikan akan kerugian konsumen (pembeli) apabila pembelian tersebut tidak sesuai dengan yang sebenarnya (aslinya) bahkan apa yang di beli berbeda dengan apa yang datang.

Perlu di ketahui sesuai  dengan Pasal 4 Huruf (h) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya”.

 Dari ketentuan diatas pembeli yang melakukan transaksi tetapi tidak sesuai dengan apa yang diterima dapat dimintai pertanggungjawaban hukum terhadap si pelaku usaha yang telah merugikan konsumen. Dan Langkah yang dapat dilakukan adalah untuk menggugat pelaku usaha melalui : (1). Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK); (2). Peradilan yang Berada pada lIngkungan Peradilan Umum).

Tetapi apabila pembelian di lakukan dengan marketplace  sebaiknya terlebih dahulu menempuh proses pengajuan pengembalian dana yang tersedia di marketplace tersebut. Selain itu penting bagi konumen (pembeli) untuk memeriksa terlebih dahulu apakah marketplace menggunakan sistem penyelesaian dengan BPSK atau Peradilan sebab, tidak semua marketplace menggunakan penyelesaian dengan menggunakan BPSK atau Peradilan.

 

TERHALANG NIKAH SAMA TEMAN SATU KANTOR KARENA PERATURAN PERUSAHAAN ? INI JAWABANNYA !

TERHALANG NIKAH SAMA TEMAN SATU KANTOR KARENA PERATURAN PERUSAHAAN ? INI JAWABANNYA !

 Hukum memang harus memberikan kepastian terhadap setiap warga negara agar bisa menjalankan aktifitasnya sesuai dengan keinginanannya dan mematuhi rambu-rambu konstitusi yang telah di tentukan oleh negara, tetapi akan menjadi aneh dan tidak berkepastian hukum ketika Perusahan membuat aturan internal yang pada pokoknya karyawan sekantor “dilarang menikahi teman sekantor”. Ini jelas melanggar hak konstitusional seseorang untuk mendapatkan keturunan atau seseorang yang dicintai. Sebab hukum hadir untuk mensejahterakan rakyat, dan bukan malah menciderai hak-hak rakyat mendapkan kepastian hukum dengan cara melarang hak seseorang mendapatkan pilihan hidup “nikah/ keturunan”.

Untuk memberikan kepastian hukum terhadap “ menikahi teman sekantor” tersebut Mahkamah Kontitusi telah mengabulkan putusan Uji Materil Pasal 153 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh dengan alasan mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan”.

Sejak Putusan MK No. 13/PUU-XV/2017, Tertanggal 14 Desember 2017, Pasal 153 Ayat (1) Tersebut “Tidak Memiliki Kekuatan Hukum Yang Mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945” dan itu artinya: apabila ada perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, dan Perjanjian Kerja Bersama yang mencantumkan Klausul tentang Pemecatan apabila menikah dengan satu kantor maka hal tersebut tidak bisa dilaksanakan/ batal demi hukum sebab Pasal tersebut “Tidak Memiliki Kekuatan Hukum Mengikat”. Dan apabila itu tetap dilaksanakan oleh Perusahan dilakukan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH).

Dari penjelasan diatas dapat ditarik benang lurusnya bahwa “Pernikahan dengan teman Sekantor Tidak Terhalang Dengan Peraturan Perusahan yang melarang Karyawan Menikahi Sesama Teman Satu Kantor”.

PRESIDEN PETUGAS PARTAI, PETUGAS RAKYAT ATAUKAH PETUGAS KONSTITUSI ?

APAKAH PRESIDEN PETUGAS PARTAI, PETUGAS RAKYAT ATAUKAH PETUGAS KONSTITUSI ?

Kita berhadapan dengan dua istilah, petugas partai dan petugas rakyat. Seakan keduanya diametral dan dikotomistik. Petugas partai dimaknai sebagai orang yang diserahi tugas menjalankan visi dan misi partai pada semua cabang kekuasaan, entah eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Konsekuensinya mereka bertanggungjawab penuh pada partai. Petugas rakyat mungkin diasumsikan bertumbuh, berkembang, dipilih dari, oleh dan untuk rakyat. Di imajinasi kita seakan si petugas bertanggungjawab penuh pada rakyat. Persoalannya rakyat yang mana? Sebab kelompok-kelompok dalam masyarakat bukanlah massa yang cair, tapi padat oleh sekat kepentingan masing-masing. Faktanya setiap kita tentu punya preferensi pilihan yang berbeda satu sama lain.

Mungkin kita masih ingat apa yang disampaikan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam pidato pembukaan Kongres IV PDIP di Bali menyinggung banyak hal terutama istilah ‘petugas partai’ yang kemudian menimbulkan impresi bahwa presiden akan menjadi intrumen oligarki partai atau instrumen ketua umum partai dalam melampiaskan ambisi pribadinya.

Dalam konteks tersebut maka presiden sebagai petugas partai memang ‘haram adanya’.

Bahkan sebelum Pemilu 2014 lalu bahwa kalau presiden harus diperhadap-hadapkan dalam sebuah pengambilan kebijakan antara kepentingan konstitusi dan kepentingan partai, apalagi cuma kepentingan pribadi ketua umumnya yang bertentangan dengan konstitusi. Bagaimanapun presiden adalah petugas konstitusi yang akan telah berjanji di hadapan rakyat seluruh Indonesia bahwa akan menjalankan kewajibannya sebagai presiden sesuai konstitusi selurus-lurusnya (Pasal 9 UUD 1945). Oleh karena itu, kalau kepentingan partai berhadap-hadapan dengan kepentingan konstitusi, ketika partai lebih menyatu dengan arus opini dan persepsi politik yang implikasi mengancam konstitusi maka presiden harus lebih memilih mengagungkan konstitusi.

 

 

APAKAH HUTANG SUAMI TETAP MENJADI TANGGUNGJAWAB ISTRI MESKIPUN SUDAH BERCERAI !!!

Baru-baru ini ada seorang suami bertanya kepada saya, singkat pertnyaan seperti ini : “Pak bagimana pertanggungjawaban suami atau istri ketika ada hutang setelah bercerai, apakah pada suami ataukah sama istri !!!

Sesuai dengan Pasal 35 Ayat (1) dan Ayat (2) Jo Pasal 36 Ayat (1) dan Ayat (2) dengan penafsiran Contrario maka semau hutang-hutang yang terjadi pada saat perkawinan/ selama perkawinan adalah tanggungjawab berama. Hal tersebut merujuk kepada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1904/K/Pdt/2007 disebutkan didalam Putusan “Perceraian tidak mengakibatkan salah satu pihak, dibebaskan dari kewajiban membayar hutang, yang dibuat pada masih terikat perkawinan”.

 Jadi, dapat di simpulkan bahwa hutang yang belum lunas pada saat perkawinan kemudian terjadi perceraian maka tanggungjawab hutang tersebut menjadi taggungjawab Bersama walaupun sudah BERCERAI.

ENGGA NGAPA-NGAPAIN MALAH BISA DI PIDANA !?? MASA IYA SIH !!!

ENGGA NGAPA-NGAPAIN MALAH BISA DI PIDANA !?? MASA IYA SIH !!!

Kalua di fikir-fikir aneh juga ya, masa sih tidak berbuat apa-apa koq malah bisa di Pidana, sehingga timbul didalam benak kita untuk bertanya sebenarnya Perbuatan Hukum Pidana itu apa sih sebenarnya !

Nah, Tindak Pidana merupakan perbuatan yang oleh peraturan perundang-undangan diancam dengan sanksi pidana dan/atau Tindakan. Makna kata perbuatan dalam tindak pidana mencakup “ berbuat” dan “tidak berbuat”.

 DELIK OMISIONIS

Delik yang dilakukan dengan tidak berbuat sesuatu disebut dengan Delik Omissionis. Delik Omissionis adalah Delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah, yaitu tidak berbuat sesuatu yang diperintah. Dengan demikian seseorang yang tidak menjalankan perintah atau tugas dapat dikatakan melakukan tindak pidana serta dapat dipidana.

 CIRI-CIRI DELIK OMISSIONIS

  1. adanya perintah yang sah untuk berbuat sesuatu
  2. delk di capai dengan tidak berbuat sesuatu
  3. menggunakan kata “tidak” dalam rumusan pasal; tidak memberitahukan adanya pemufakatan jahat (PAsal 164 kuhp), tidak datang sebagai saksi ( Pasal 522 KUHP), tidak memberi pertolongan (Pasal 531 KUHP)
  4. terdapat akibat yang timbul dengan tidak melaksanakannya perintah

CONTOH

Pasal 531 KUHP dinyatakan : Barang siapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang menghapi maut tidak memberi pertolongan  yang dapat diberikan padanya selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain, diancam, jika kmudian orang itu meninggal, dengan pidana kurungan palaing lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

 

 

 

1_ Hukum Administrasi Negara 2_ Ruang Lingkup HAN HTN dan SUMBER HUKUM 3_ Asas-Asas Hukum Administrasi Negara 4_ Kedudukan, Kewenangan Dan Tindakan Hukum Pemerintah, Kedudukan Hukum (Rechtspositie) Pemerintah, Kewenangan Pemerintah, Tindakan Pemerintah 5_ Instrumen Pemerintah 6_ HARTA MILIK NEGARA 6_ Penggunaan Harta Milik Negara 6_ Prinsip Pengelolaan Barang Milik Negara 7_ INTRUMEN PERIZINAN 8_ STATUS HUKUM KEPEGAWAIAN 8_ Status Kepegawaian9_ Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik 10_ Upaya Perlindungan, Pengakan dan Pertanggungjawaban Hukum 11_ Good Governance 12_ Keputusan TUN 13. Lembaga-Lembaga Negara

Langkah Hukum Jika Suami-Istri Diganggu Seseorang Melalui Via SMS atau Via Telphon

Beberapa hari kemarin ada yang bertanya mengenai langkah hukum yang harus di tempuh ketika pasangan suami-istri terus di ganggu oleh orang lain sebut saja dengan dengan Pelakor (perebut lelaki orang) /Pebinor (perebut bini orang).

Memang di akhir-akhir ini banyak kelakuan yang terkadang tidak mempunayi moral dan keimanan yang tinggi sehingga terjerumus kepada hal-hal yang dilarang oleh negara dan agama dan membuat kehancuran rumah tangga. Gangguan-gangguan tersebut terus berlanjut misalnya dengan mengirimkan ancaman, atau mengirim foto & video yang tak bertanggungjawab misalnya perselingkuhan, sehingga akan mengganggu keutuhan rumah tangga seseorang.

Langkah Hukum yang harus di tempuh oleh seseorang yang mendapat ancaman SMS atau Telphon adalah dengan cara Melaporkan Perbuatan tersebut kepada Pihak Kepolisian dengan mencantumkan bukti-bukti baik Tangkapan Layar (screen shoot) atau pendukung bukti lain yang berkesesuaian dengan hal apa yang di laporkan.

Perbuatan semacam tersebut dapat dijerat dengan Pasal 335 ayat (1) KUHP “

Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekeresan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain”.

Dan Pasal 29 UU ITE

“setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang di tujukan untuk pribadi. Pelaku yang melakukan perbuatan dalam Pasal 29 UU ITE diatas dipidana penjara 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750 juta”.