Dalam praktik perbankan, khususnya di tingkat Bank Perekonomian Rakyat (BPR), perjanjian kredit merupakan instrumen vital yang mengikat hubungan hukum antara bank dan nasabah. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak pegawai maupun nasabah yang belum sepenuhnya memahami aspek legalitas dalam penyusunan maupun pelaksanaan perjanjian kredit. Kondisi ini berpotensi menimbulkan persoalan hukum, mulai dari wanprestasi hingga sengketa perdata yang merugikan kedua belah pihak.

PT. BPR Laksana Abadi Sunggal mengambil langkah progresif dengan menyelenggarakan pelatihan aspek legalitas bagi pegawainya. Inisiatif ini patut diapresiasi karena menegaskan komitmen lembaga perbankan untuk menempatkan hukum sebagai fondasi tata kelola yang sehat. Melalui pelatihan tersebut, pegawai tidak hanya memahami syarat sah perjanjian dan konsekuensi hukum, tetapi juga terlatih menyusun dokumen kredit yang sistematis, transparan, dan memiliki legitimasi hukum yang kuat.

Dampak positif dari pelatihan ini tentu tidak hanya dirasakan oleh pihak internal bank, tetapi juga oleh masyarakat. Dengan meningkatnya kompetensi pegawai, nasabah memperoleh jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang lebih baik dalam mengakses pembiayaan. Hal ini penting mengingat BPR merupakan tulang punggung bagi sektor usaha kecil dan menengah, yang sangat bergantung pada layanan kredit untuk menjaga keberlangsungan usahanya.
Oleh karena itu, pelatihan aspek legalitas semacam ini semestinya tidak hanya menjadi program internal satu bank saja, melainkan perlu diperluas dan diadopsi secara nasional. Dengan memperkuat pemahaman hukum di tingkat perbankan rakyat, kita bukan hanya membangun kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan, tetapi juga memperkuat sistem ekonomi kerakyatan yang berbasis pada prinsip keadilan, kepastian, dan perlindungan hukum.






