Bisakah Istri SIRI Ajukan Gugatan Cerai Kepada Pengadilan Agama  !!!

Nah, ini yang banyak dipertanyakan kawan-kawan sehingga membuat penulis tertarik untuk membahasnya. Silahkan perhatikan syarat-syarat nya .

  1. Pasangan Suami-Istri telah malangsungkan perkawinan SIRI. Selang bebarapa tahun kemudian, suami-istri tersebut terus bertengkar hingga sang istri hendak mengajukan GUGATAN CERAI terhadap Suami.

DALAM PERKAWINAN SIRI, BISAKAH ISTRI MENGAJUKAN CERAI !!!

  1. Secara agama, perkawinan siri dianggap sah. Tetapi perkawinan siri tidak memiliki kekuatan hukum karena Perkawinan Siri itu tidak di catat secara negara.

Meskipun demikian, Perkawinan Siri dapat dilakukan pengesahan dengan isbat nikah kepengadilan Agama sesuai dengan alamat domisili.

  1. Isbath Nikah diatur terbatas mengenai hal yang berkenaan dengan :
  2. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian
  3. Hilangnya akta nikah
  4. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan.
  5. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UU Perkawinan; dan
  6. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut UU Perkawinan.

Dari pejelasan diatas Ketika Suami-Istri ingin melakukan Gugatan Perceraian yang utama dilakukan adalah mendapatkan legalisasinya yaitu dengan melakukan Isbath Nikah kepengadilan Agama. Setelah dikabulkan oleh Majelis, inilah nantinya sebagai alasan/dalil hukum untuk melakukan perceraian.

 

MATERAI BUKANLAH SYARAT SAH PERJANJIAN !

Dikalangan beberapa masyarakat yang awam, masih menjumpai pendapat bahwa agar sebuah perikatan/perjanjian mengikat/ kuat dan sah maka perjanjian tersebut haruslah diberi tanda tangan diatas materai.

  Benarkah materai merupakan syarat sahnya perjanjian ?

Syarat sahnya perjanjian dan fungsi materai adalah sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu:

  1. Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak
  2. Para pihak sudah cakap hukum
  3. Adanya objek perjanjian
  4. Kausa halal

Adapun fungsi materai menurut Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2020 tentang Materai adalah bukti bahwa kita telah membayarkan pajak atas dokumen.

“Materai adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Republik Indoneia, yang digunakan untuk membayar pajak atas dokumen”.

Dokumen apa saja yang perlu diberi materai berdasarkan Pasal 3 UU No 10/2020 yaitu :

  • Bea Materai dikenakan atas :
  1. Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata; dan
  2. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan
  • Dokumen yang bersifat perdata sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
  1. Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya
  2. Akta Notaris beserta grosse, Salinan, dan kutipannya;
  3. Akta Pejabat Pembuat Tanah beserta salinan dan kutipannya;
  4. Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apapun;
  5. Dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen surat kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
  6. Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, munuta risalah lelang, Salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang;
  7. Dokumen yang menyatakan jumlah uang nilai nominal lebih dari 5.000.000 (lima juta rupiah) yang
  8. menyebutkan penerimaan uang; atau
  9. berisi pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan; dan
  10. Dokumen lain yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah

 

LANGKAH HUKUM JIKA PASANGAN MENIPU AGAR DI NIKAHI !!

Pasal 372 KUHP yang berbunyi : Barang siapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak suatu benda yang sama sekali atau sebahagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan benda itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.

Unsur Penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP menurrut Pendapat R. Soesilo dalam KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengakp Pasal Demi Pasal. Menerangkan bahwa:

  1. Membujuk orng supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang;
  2. Maksud pembujukan itu ialah : hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak.

Jadi, jika merasa dirugikan atas penipuan yang dilakukan, dapat mengajukan pembatalan dengan alasan yang diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UU Perkawinan yakni “ seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau istri”.

PENCURIAN DAN PENGGELAPAN, APA SIH PERBEDAAN NYA ?

PENCURIAN DAN PENGGELAPAN, APA SIH PERBEDAAN NYA ?

PENCURIAN

Barang siapa yang mengambil barang sesuatu, atau yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.

PASAL 362 KUHP

Delik Penurian harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

  1. Mengambil
  2. Suatu barang
  3. Milik orang lain, baik seluruhnya atau Sebagian
  4. Dengan maksud
  5. Untuk memiliki
  6. Secara melawan hukum

 PENGGELAPAN

Barang siapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak suatu benda yang sama sekali atau sebahagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan benda itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

PASAL 372

Delik Penggelapan harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut ;

  1. Memiliki;
  2. Barang milik orang lain; baik seluruhnya atau Sebagian
  3. Barang yanga da dalam penguasaannya;
  4. Dengan sengaja;
  5. Melawan hukum

Bedasarkan uraian penjelasan pasal 362 dan PAsal 372 KUHP dapat disimpulkan bahwa yang menjadi perbedaan pokok antara pencurian dan penggelapan terletak pada cara memiliki barang milik orang lain, yaitu bukan dalam penguasaannya (pencurian) dan berada dalam penguasaan nya (penggelapan).

 

 

Pemutusan Sepihak “Perjanjian / Kontrak” apakah Wanprestasi atau Perbuatan Melawan Hukum (PMH)

Oleh

MHD. ANSOR LUBIS, S.H.,M.H

Pembatalan Perjanjian secara sepihak adalah peristiwa yang sering terjadi dalam dunia praktek. Meskipun para pihak telah membuat dan terikat dalam perjanjian yang sah sesuai dengan syarat sah perjanjian. Namun, sebelum jangka waktu perjanjian berakhir. Salah satu pihak dalam perjanjian tersebut kadangkala melakukan pembatalan perjanjian sepihak. Jika demikian, pintu masuk apa yang harus di lakukan oleh para pihak untuk melakukan gugatan ? Apakah Wanprestasi atau Perbuatan Melawan Hukum.

Atas permasalahan hukum yang timbul dari pembatalan perjanjian secara sepihak, Mahkamah Agung (MA) sudah memiliki pendapat yang konsisten. MA berpendapat bahwa jika salah satu telah mengadakan perjanjian dengan pihak lain, membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak, maka pihak yang telah membatalkan perjanjian secara sepihak telah melakukan perbauatan melawan hukum.

Beberapa putusan MA yang menegaskan kaidah hukum tersebut yakni :

  1. Putusan MA RI No. 1051 K/Pdt/2014
  2. Putusan MA RI No. 580 K/Pdt/2015
  3. Putusan MA RI No. 28 K/Pdt/2016
Putusan MA RI No. 1051 K/Pdt/2014 Putusan MA RI No. 28 K/Pdt/2016

 

“ …..bahwa perbuaan Tergugat/ Pemohon Kasasi yang telah membatalkan perjanjian yang dibuatnya dengan Penggugat/ Termohon Kasasi secara sepihak tersebut dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum karena bertentangan dengan PAsal 1338 KUHPerdata, yaitu perjanjian tidak dapat ditarik Kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak”….

“…….bahwa sesuai dengan fakta persidangan terbukti Penggugat adalah pelaksana proyek sesuai dengan Surat Perintah Mulai Kerja yang diterbitkan oleh Tergugat I, proyek mana dihentikan secara sepihak oleh Para Tergugat, sehingga benar para Tergugat telah melakukan perbuatan Melawan Hukum”….

 

 

 

Migrasi Setengah Hati Antara Kepastian Hukum dan Penderitaan Rakyat

MIGRASI SETENGAH HATI ANTARA KEPASTIAN HUKUM DAN PENDERITAAN RAKYAT TERHADAP PENGGUNAAN TV ANALOG & DIGITAL

OLEH

MHD. ANSOR LUBIS, SH.,MH

Peralihan siaran TV analog ke siaran TV digital merupakan amanat Undang-undang Cipta Kerja. Pada UU Cipta Kerja, Pasal 72 angka 8 (sisipan Pasal 60A Undang-undang Penyiaran) disebutkan batas akhir penghentian siaran televisi analog atau Analog Switch Off (ASO) paling lambat dua tahun sejak diundangkan. Artinya batas akhir ASO atau Migrasi TV Digital pada 2 November 2022.

Proses migrasi penyiaran TV analog ke TV digital di Indonesia dilakukan bertahap. Ada tiga tahapan besar, yaitu pra migrasi TV Digital, tahapan migrasi TV Digital, dan pasca migrasi TV Digital. Pengaturan tentang tahapan migrasi TV Digital ada di Peraturan Menteri nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Siaran.

Terkait dengan isi putusan hak uji materiil (judicial review) oleh Mahkamah Agung (MA) terhadap PP Nomor 46 tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran.

Pertama, Keputusan MA tersebut berisi pembatalan Pasal 81 ayat (1) PP Nomor 46 Tahun 2021. Alasannya, pasal dimaksud bertentangan dengan Pasal 60A UU Penyiaran jo. Pasal 72 angka 8 UU Cipta Kerja.

Adapun, bunyi pasal 81 ayat (1) PP No 46 Tahun 2021 adalah sebagai berikut.

Pasal 81

(1) LPP, LPS, dan/atau LPK menyediakan layanan program siaran dengan menyewa slot multipleksing kepada penyelenggara multipleksing. Dengan demikian, Kementerian Kominfo perlu menyampaikan ke masyarakat bahwa ketentuan lain dalam PP 46/2021 yang mengatur mengenai implementasi migrasi televisi digital tidak dibatalkan oleh Mahkamah Agung.

Kedua, sampai saat ini Kementerian Kominfo belum menerima salinan Putusan Mahkamah Agung terhadap uji materiil Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran (PP 46/2021) sebagaimana diberitakan oleh media yang disampaikan oleh juru bicara Mahkamah Agung, Wakil Ketua MA bidang yudisial pada tanggal 2 Agustus 2022.

Ketiga, Kementerian Kominfo masih menunggu disampaikannya salinan putusan dimaksud oleh Mahkamah Agung.  Hingga saat ini, masih mengkaji berdasarkan informasi dari pemberitaan

Narasumber PKPA di Hk Law Education Center Medan

Bahwa satu di antara persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi advokat/ lawyer adalah mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang dilaksanakan oleh organisasi advokat dengan tujuan membekali berbagai pengetahuan keterampilan dan keahlian hukum yang diperlukan Calon Advokat dalam melaksanakan praktik Advokat secara professional, akuntaber dan bersikap jujur dalam setiap tindakan dan tiak bertentangan degan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 dalam melaksanakanya.

Foto. Kegitan PKPA Online HK Law Education Center Medan

Maka oleh sebab itu Advokat/ Lawyer di sebut dengan “Officium Nobile” profesi yang mulia  yang tidak memperdulikan latar belakang klien yang dibelanya atau berpegang pada prinsip kemanusiaan, dan keadilan walaupun kepentingan klien tetapi nilai-nilai keadilan yang harus diutamakan demi tegaknya keadilan

Narasumber PKPA Online

“Seorang Advokat tidak diperkenankan memiliki Obstructing justice yang merupakan suatu perbuatan yang ditujukan terhadap, ataupun yang mempunyai efek memutarbalikkan, mengacaukan fungsi normal dan kelancaran suatu proses yudisial. Karena Obstruction of justice, apabila dilihat sebagai suatu perbuatan adalah sebagai pengurangan kebaikan, fairness, ataupun efisiensi dari suatu proses.

Note : Bagi Sarjana Hukum dan/ atau masyarakat yang Pengen menjadi Advokat/Lawyer  Mengikuti PKPA boleh menghubugi No Hp/ WA. 0812655875465